Recently in Opini Category
Sia-sia rasanya ada blog ini
Sia-sia rasanya mengikuti Quick Count
Sia-sia rasanya pergi ke TPS 20 April kemarin
Sia-sia rasanya memilih salah satu diantara mereka
Sia-sia rasanya dana milyaran rupiah memilih mereka
Ternyata setelah di gedung megah itu,
tingkah mereka tak ubahnya anak-anak di playgroup !

Tetapi rupanya filosofi orang yang baru menikah ini tak berlaku bagi dua orang pemimpin yang baru saja "menikah". Siapa lagi kalau bukan SBY-MJK yang ketika saya menulis ini, belum genap 3 hari menjalankan "bulan madu" sebagai sepasang Presiden dan Wakil Presiden. Memang mereka belum tiga hari genap menjalankan "bulan madu", tetapi sudah banyak cemooh, hinaan, kritikan, dan rasa pesimistis yang berlebihan dari para pakar politik, ekonomi, sosial, hukum sampai orang yang memakarkan diri. Ini bisa Saya lihat dari indeks berita Detik.com pada tanggal 21 Oktober (salah satunya) kemarin serta beberapa media-media lain yang sempat Saya baca dari kemarin. Lebih dari 5 judul (indeks Detik.com) di dalamnya memuat rasa pesimistis terhadap kabinet ini dan sebagian besar yang lain adalah pendapat-pendapat yang cenderung sedikit konstruktif. Salah satu rasa pesimis yang muncul adalah ragunya mereka terhadap pendekar-pendekar ekonomi kabinet ini maupun gemuknya kabinet Indonesia Bersatu ini. Bahkan mungkin, rasa pesimis itu muncul dalam hal-hal lain yang mungkin belum Saya baca.

Saya teringat ajakan Presiden SBY untuk melepaskan segala atribut parpol, bendera parpol atau apapun itu. Beliau mengatakan saatnya kita bersama, bersatu padu membangun bangsa ini. Bersama kita bisa! Sungguh, ini sebuah ajakan yang mulia jika kita memahaminya.
Kabinet, masyarakat, dan semua elemen bangsa ini seharusnya berjalan seperti orkestra. Gesekan biola yang satu (baca:elemen) bergabung dengan biola yang lain, bahkan dengan harpa, gitar, drum, saxophone,tetapi mereka tetap bisa menampilkan lantunan musik yang harmonis dengan pimpinan dirigen atau mayoret atau apapun namanya. Dan tak lupa, penonton pun bersorai, memberikan tepuk tangan, dan bersiul, larut dalam harmonisasi alat-alat itu. Andaikata mereka menampilkan musik yang jelek, penontonpun bisa mengejek, mencemooh dan meminta even organizer untuk menghentikan pertunjukkan itu. Tentunya, show itu akan dihentikan setelah beberapa saat dan bukan pada saat awal acara. Mengapa? karena di awal pertunjukkan, mereka memberikan tepuk tangan konstruktif buat menyemangati mereka agar mereka sekali lagi "perform their best".
Inilah yang seharusnya yang harus dilakukan oleh kita sebagai elemen dari bangsa ini. Bermain dalam bidang masing-masing (layaknya instrumen musik) namun tetap dalam harmonisasi dan saling mendukung guna menciptakan "harmonisasi musik" yang ciamik. Hidup Indonesia tercinta karena kita semua adalah anggota KABINET ORKESTRA bangsa ini. Pak SBY dan JK, selama Anda menjalankan "alat-alat musik" yang Anda miliki dengan baik, maka Kami akan selalu mendukungmu!!! Selamat bertugas, Pak!! All the best!!
Akhirnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono [SBY] mengumumkan kabinetnya. Dinamai Kabinet Indonesia Bersatu, kabinet ini diumumkan menjelang tengah malam pada hari beliau dilantik, 20 Oktober 2004. Jauh sebelumnya, SBY pernah menyatakan akan mengumumkan serta melantik kabinetnya pada hari yang sama setelah dilantik menjadi Presiden. Namun kenyataan yang ada tidaklah demikian. Sebab pengumuman dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober sementara pelantikan dilaksanakan pada hari ini tanggal 21 Oktober 2004.
Proses pengumumannya sendiri juga tidak berjalan sebagaimana direncanakan. Semula dijadwalkan susunan kabinet akan dibacakan pada pukul 20.00 WIB. Ternyata pada saatnya tiba, juru bicara kepresidenan menyatakan pengumuman ditunda hingga pukul 23.00 WIB. Disela menunggu pengumuman pukul 23.00 WIB, beredar kabar pengumuman akan dilakukan pada pukul 20.00 WIB. Ternyata hal tersebut tidak terjadi dan pengumuman tetap dijadwalkan pada pukul 23.00 WIB.
Sebagaimana proses fit and proper test para kandidat menteri, proses pengumuman ini juga menyita perhatian rakyat Indonesia. Beberapa stasiun televisi menayangkan liputan langsung dari Istana Merdeka. Namun lagi-lagi rasa ingin tahu masyarakat harus ditahan karena ternyata pengumuman baru dilakukan beberapa saat menjelang tengah malam.
Para pengamat di televisi menyatakan kejadian ini akibat dari tarik ulur yang alot diantara para [partai] pendukung pasangan SBY-MJK. Dari sisi lain, bisa juga dilihat bahwa SBY terperangkap janjinya sendiri untuk segera mengumumkan susunan kabinet sementara prosesnya tidak berjalan semulus diperkirakan. Mudah-mudahan juga ini bukan gambaran nyata dari kekurangcakapan sang Presiden dalam mengambil keputusan.
Sebagaimana posting Enda sebelumnya mengenai optimis, mari berharap mudah-mudahan proses pengumuman ini, bukan cerminan kinerja pemerintahan ini di masa mendatang. Semoga !

Yang disoroti disini bukan PDI-P atau GOLKAR. Tetapi lebih pada Kwik Kian Gie. Sosok berani yang sering membuat “kuping merah” lawan bahkan kawan politiknya. Konfliknya yang sekarang bukan konflik yang pertama kalinya. Dulu, waktu Saya masih duduk di bangku SMU, dia sudah menciptakan konflik dengan mengatakan PDI-P adalah partai terkorup. Pun dengan sekarang, dia masih berusaha memberantas kebusukan di tataran nasional.
Pak Kwik, tokoh yang tidak malu menggunakan nama kebesaran Tiong Hoanya adalah sosok yang vokal, keras, bersih, jujur tetapi hidup dalam lingkaran orang-orang yang Dia sendiri menganggapnya busuk. Bagaikan seorang Nabi, Dia berusaha "menyadarkan" orang-orang busuk bahwa jalan mereka itu salah. Kita semua tidak tahu apa yang ada di benak Kwik. Apakah Dia benar-benar ber-amar ma’ruf nahi munkar atau hanya sok idealis? Yang jelas apa yang kita lihat sekarang secara kasat mata, Dia melakukan perbuatan yang benar dengan mengingatkan orang yang salah. Kita memang butuh orang-orang seperti Pak Kwik untuk membangun bangsa ini.
“It’s not the time to dig in, it’s time to blow the roof off”. Kami menunggu kiprahmu selanjutnya, Pak Kwik..!!!
*oleh: Syahrani A Rahim, Mahasiswa, pemilik blog dengan alamat http://syahrani.blogspot.com

Pertanyaan ini diajukan salah satunya melalui Radio 68h dengan berbagai narasumber dari berbagai golongan seperti Romo Magnis, Goenawan Mohamad hingga Budiman Sujatmiko serta banyak lagi.
Sebagian kekuatiran yang mengkristal adalah seperti dibawah ini:
- Terkonsolidasinya kembali kekuatan militer
- Terakomodasinya gagasan-gagasan Islam keras karena SBY harus balas budi ke PBB, PKS dan PAN.
- Tak beraninya SBY mengambil keputusan karena merasa lemah di parlemen.
- Tak beraninya SBY mengambil keputusan drastis yang diperlukan, karena direcoki oleh orang-orang yang merasa berjasa.
- Royalnya SBY membalas budi orang-orang yang merasa berjasa.
- Tak beraninya SBY memberantas korupsi yang kongkret di bawah: di kelurahan, kepolisian, imigrasi, dsb. Karena takut tak populer.
- Tak beraninya SBY mengganyang bisnis militer.
Tentu saja daftar diatas tidak dimaksudkan untuk berpikir pesimis terhadap pemerintahan SBY dahulu, lebih dari 50 juta orang sudah meletakkan kepercayaannya pada beliau. Tidak mungkin orang sebanyak itu salah memilih semua. :)
Tentu tidak, daftar diatas tentu dimaksudkan untuk memberi informasi dan rambu-rambu pada beliau, "Pak SBY, setelah sekarang Anda menjadi Presiden RI, ini loh pak, hal yang ditakutkan oleh masyarakat, tolong jangan sampai kekuatiran kami ini menjadi kenyataan."
Apa kamu juga punya kekuatiran? Tuliskan dikomen dibawah ini.
Ada yang menarik dari kantor Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK terkait dengan Pemilu Presiden. Pada hari Senin 30 Agustus 2004, Susilo Bambang Yudhoyono [SBY] yang Calon Presiden dari Partai Demokrat mendatangi kantor KPK di jalan Veteran. Kedatangan SBY yang menurut beliau atas inisiatif sendiri diterima oleh Wakil Ketua KPK, Syachruddin Rasul.
Sementara itu, sore pada hari yang sama Hasyim Muzadi yang Calon Wakil Presiden dari Partai Demokrat Indonesia juga hadir di kantor KPK. Menurut berita detik com kedatangan beliau adalah untuk memenuhi undangan KPK.
Sementara itu pada hari Rabu, 1 September 2004 giliran Calon Presiden dari PDIP yang diperiksa kekayaannya. Berbeda dari dua kandidat sebelumnya kali ini KPK merasa perlu untuk mendatangi kediaman resmi Megawati Sukarnoputri di jalan Teuku Umar [bahasanya rumah dinas kepresidenan].
Menurut pendapatku, semestinya KPK memberlakukan aturan yang sama untuk semua kandidat. Tidak peduli sang kandidat sedang menjabat atau kecil kemungkinan untuk menang. Sebab posisi mereka semua sebanarnya sama di mata masyarakat, sama-sama kandidat pemimpin. Jangan hanya karena sang kandidat sedang menjabat, KPK mendatangi kediamannya.
Mudah-mudahan perbedaan perlakuan atas ketiga kandidat pemimpin negara diatas bukan merupakan upaya keberpihakan dari KPK. Sebab apabila keberpihakan yang terjadi, legitimasi dan kepercayaan masyarakat kepada komisi ini akan semakin menurun di saat mereka belum bisa menunjukkan 'taji'-nya. Dan satu hal lagi, mari berharap ada penjelasan yang bisa menjawab keingintahuan masyarakat soal pertambahan kekayaan sebanyak 15 Milyar selama 3 tahun
Media di Indonesia selama dua minggu terakhir marak dengan berita mengenai upaya "merapatkan barisan" dari dua pasang calon presiden dan wakil presiden (yang bukan Golkar) yang akan maju ke putaran kedua pemilihan presiden pada September dengan partai Golkar, sang pemenang pemilu legislatif.
Dalam politik, koalisi sah saja. Tidak ada kawan atau lawan, kepentingan politik membenarkan cara mencapai tujuan.
Dengan menggandeng partai pemilik kursi terbanyak di DPR (bukannya ingin mengurangi arti Dewan Perwakilan Daerah), bisa dipastikan pemangku kekuasaan eksekutif mendatang bisa melalui lima tahun pertama mereka dengan mulus tanpa kritik, tanpa tekanan dari rakyat melalui wakil-wakil terpilih.
Ada juga partai yang menolak terlibat dengan upaya-upaya koalisi, para anggota bersikukuh untuk tidak menggunakan hak pilih dan menjadi oposan. Menggembirakan. Tetapi lebih terdengar seperti jeritan barisan sakit hati ketimbang keteguhan menegakkan prinsip demokrasi.
Massa mengambang, teman-teman se-Tanah Air yang skeptis dengan siapa pun yang menjadi pemerintah, mungkin tidak akan terpengaruh oleh kasak-kusuk seputar koalisi. Asal saja. Asal masih bisa makan cukup, asal masih bisa berdagang di kakilima, asal ....
"Toh kita sering tidak merasa punya pemerintah. Memang kita punya (pemerintah) waktu Malaysia mendera dan mengusir pulang pencari kerja di sana? Apa kita punya pemerintah waktu saya mendapat kesulitan memperoleh pinjaman bank untuk modal usaha rumahan saya? Apa hak saya sebagai warga negara terlindungi ketika saya harus menjadi anak jalanan dan tidak mendapat pendidikan yang layak?"
Tetapi, bagi mereka yang memilih secara langsung wakil-wakil mereka di DPR dan pasangan presiden dan wakil presiden yang mereka yakini bisa menampung aspirasi mereka, koalisi adalah tamparan keras bagi pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat.
I chose you, not you and them.
Mungkin kita memang tidak membutuhkan pemerintah, atau kabinet pelangi yang lain dimana partai-partai ingin satu atau dua tempat strategis di pemerintahan. Mungkin kita memang hanya membutuhkan satu sistem demokrasi yang memberi ruang kepada kelompok-kelompok masyarakat yang berjuang sendiri untuk akses kepada ekonomi yang lebih baik, kebijakan nasional yang berpihak kepada kepentingan orang banyak, makan lebih kenyang dan tidur lebih nyenyak. Itu pun dengan catatan: tanpa eksekutif yang paranoid.
Demokrasi muda ini sedang mendewasa dan butuh penantang untuk membuktikan seberapa kuat dia bisa bertahan.
Setelah pemilihan Presiden tahap pertama berakhir, saatnya bersiap-siap menghadapi pemilu tahap kedua. Pesertanya adalah dua kandidat yang memperoleh suara terbanyak. Yang paling ramai diperbincangkan adalah soal siapa berkoalisi dengan siapa. Padahal sudah banyak kajian yang dilakukan bahwa koalisi, yang berlangsung di tingkat elit partai ternyata tidak diikuti oleh para pemilih.
Yang menarik adalah, kalau menjelang pemilu Presiden kemarin Nahdlatul Ulama [NU] menjadi 'rebutan' karena memiliki massa terbesar. Sekarang keadaan berbalik, Golkar menjadi incaran. Selain karena kandidat mereka hampir pasti tidak lolos ke putaran kedua, jumlah pemilih mereka juga termasuk yang besar [peringkat pertama pemilu legislatif]. Sebagaimana pernah diposting di sini, saatnya kita melihat apakah janji yang terekam itu bermanfaat atau tidak.
Suami Megawati Sukarnoputri, Taufik Kiemas dikabarkan sering 'bertemu' Akbar Tandjung yang Ketua Umum Partai Golkar. Sementara sang istri yang merupakan calon Presiden dari PDIP dikabarkan bertemu dengan Akbar Tandjung di Bali. Tinggal kita tunggu saja apakah Sutjipto masih ingat ucapannya atau tidak. Buat pemilih, sekaranglah saatnya melihat kenyataan dari kalimat yang mengatakan "Dalam politik tidak ada teman atau lawan yang abadi. Yang ada hanyalah kepentingan abadi".